Minggu, 26 Februari 2012

HEROIN DI TAS SEKOLAH

“Inibenar-benar sebuah tragedy yang sesungguhnya. Ini adalah tanggung jawab sang ayah yang sering tidak hadir dan ibu yang lalai.”

                Ia memilih narkoba sebagai jalan untuk mewujudkan mimpi besarnya untuk membeli mobil sport yang mewah.
                Tragedi ini dimulai ketika informasi yang sampai kepada perwira intelejen di ibukota Negara yang menyatakan seorang murid sekolah menjalankan transaksi narkoba di antara murid-murid sekolah. Ia pun menugaskan beberapa agen untuk mengawasi rumah murid tersebut, mengikuti gerak-geriknya, serta gerak-gerik orang yang keluar-masuk ke rumah yang terletak di pinggiran kota Kuwait itu.
                Hasil pengamatan dan penyelidikan itu kemudian menunjukkan bahwa dari rumah itu tidak ada
yang keluar-masuk kecuali seorang pemuda berusia 17 tahun dengan membawa barang-barang yang mencurigakan.Tin intelejen masih terus mengawasi rumah itu selama kurang lebih dua minggu hingga mereka memastikan kebenaran pengamatan mereka. Dan ketika mereka meyakini betul kebenaran pengawasan tersebut, mereka meminta izin kepada pemerintah setempat untuk melakukan penggeledahan rumah yang ditinggali pemuda itu.
                 Dan pada waktu yang telah ditentukan, lima orang agen intelejen menyerbu masuk ke rumah tersangka, sementara di belakangnya bersiap-siaga sekelompok personil lainnya. Komandan intelejen memasuki rumah itu dan ia mendapati ibu si tersangka dan beberapa adiknya. Ia berkata kepada mereka: “Di mana saudara kalian?”
                Ketika itulah, adik-adiknya memanggilnya di kamarnya. Mereka mengatakan: “Ada orang asing yang tidak kami kenal ingin menemuimu!”
                Muncullah seorang pemuda yang usianya belum melebihi 17 tahun. Nampak sekali ia begitu ketakutan.
                “Ada apa?” Tanya pemuda itu. “Anda siapa?” tanyanya lagi.
                “Sebelum engkau bertanya siapa aku, coba angkat terlebih dulu tangan kananmu, setelah itu aku akan memberi tahumu siapa aku!” jawab komandan intelejen itu.
                Pemuda itu mengangkat tangan kanannya. Dengan mudahnya komanadan intelejen menemukan tanda-tanda den bekas jarum narkotika di lengan pemuda itu.
                “Sekarang apakah engkau sudah tahu siapa aku?” Tanya komadan intelejen itu.
                Saat itu juga tersangka itu menangis dan meminta kepada komandan intelejen untuk tidak memberitahu ibu dan saudara-saudaranya tetang masalah ini. Ia mengatakan hanya sebagai korban dan tidak bersalah. Komandan itu lalu menyuruh anak buahnya untuk memeriksa kamar tersangka. Maka di laci kamarnya mereka menemukan gulungan-gulungan heroin, sebuah timbangan kecil dan sendok. Belum lagi gulungan-gulungan lain berisi ganja.
                Pak komandan menanyakan padanya tentang bagaimana ia bisa mendapatkan bahan-bahan narkotika itu.
                “Saya mendapatkan barang-barang ini untuk dijual dari seseorang dengan komisi keuntungan dan suntikan narkoba gratis,” jelas si tersangka itu.
                Komandan lalu bertanya lagi tentang pekerjaannya sekarang dan para pelanggan yang membeli barang-barang narkoba itu. Ia pun menjawab bahwa ia adalah pelajar kelas III SMA dan ia menjual “dagangan”nya itu diantara kawan-kawan sekolahnya dan pembeli-pembeli lain yang tidak dikenalnya. Pemuda tersangka itu juga mengaku bahwa ia sendiri tidak mengetahui bahaya pekerjaan yang dilakukannya.
                Obsesi satu-satunya hanyalah mendapatkan uang untuk membeli mobil sport agar untuk dipamerkan pada teman-temannya. Pak komandan lalu memintanya untuk menunjukkan rumah tersangka kedua yang menyalurkan narkotika padanya. Namun ia bersikeras bahwa ia tidak mengetahuinya. Ia hanya tahu nomor telponnya. Mereka kemudian sepakat untuk menghubungi tersangka kedua tersebut untuk membuat janji pertemuan menyerahkan barang haram itu di salah satu tempat perhentian mobil di kota itu.
                Setibanya tersangka kedua itu untuk menyerahkan barang haram itu kepada pemuda tersebut, tim intelejen kemudian menyerbu dan menangkapnya. Kedua tangannya segeradiborgol. Ia dan pemuda SMA itu kemudian dinaikkan ke atas mobil tahanan. Tersangka kedua itu mengaku dengan semua yang dikatakan oleh pemuda SMA itu bahwa ia memang menggunakan anak remaja untuk mendistribusikan narkoba dagangannya.
                Dan bahwa ia sepakat dengan remaja itu untuk memberikan komisi berupa uang untuk menyebarkan narkoba ditambah dengan suntikan gratis heroin. Anak remaja agen narkoba itu kemudian dituntut dengan duatu duhan, yaitu menyimpan dan menggunakan narkoba dengan tujuan untuk diperjual belikan untuk pemakaian yang tidakdiizinkan secara undang-undang.
                Sementara kepada tertuduh kedua diajukan tiga tuduhan, yaitu menyimpan dan menggunakan narkoba, kemudian tuduhan melakukan penyelundupan barang-barang terlarang seperti yang telah disebutkan.Maka pengadilan menjatuhkan vonis penjara lima tahun kepada tertuduh pertama dengan denda 10000 dinar, dan vonis 15 tahun penjara sertadenda 10000 dinar untuk tertuduh kedua.
                Demikianlah…
                Sesungguhnya tragedy yang kita paparkan ini adalah kisah seorang anak remaja yang usianya belum melebihi 17 tahun. Seorang siswa kelas III SMA yang kecanduan narkoba dan juga menjualnya pada saat yang sama. Ia menjualnya di tengah kawan-kawan sekolahnya. Sebuah tragedy yang tidak diragukan lagi bermula dari keluarga..
                Bagaimana keluarga ini hidup? Apakah sang ayah tidak pernah tenang dengan keadaan putra atau putrinya ketika di rumah atau di sekolah? Apakah sang ayah tidak mengetahuai teman-teman putranya? Apakah ia tidak melihat bekas-bekas suntikan heroin di lengan putranya? Apakah keluarga itu tidak duduk bersama setiap hari untuk menikmati makan pagi, siang atau malam? Dan marilah kita menganggap sang ayah sering tidak mengetahui apa ada yang di dalam keluarga ,lalu di mana peran ibu?
                Ini benar-benar sebuah tragedy yang sesungguhnya.Ini adalah tanggung jawab sang ayah yang sering tidak hadir dan ibu yang lalai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar