Minggu, 11 Maret 2012

PEMUDA DAN PEMUDI YANG BERIMAN


“Aku memang buta dari melihat yang haram , bisu dari mengucapkan yang haram dan tuli dari mendengarkan yang haram dan kedua kakiku tidak pernah melangkah kepada yang haram.”

                Dikisahkan bahwa di abad pertama hijriah, hidup seorang pemuda shalih yang tekun menintut ilmu dan beribadah kepada Allah. Hanya saja, ia seorang pemuda yang fakir.
                Pada suatu hari, karena rasa lapar yang mendera. Ia keliuar dari rumahnya. Karena ia tak juga menemukan sesuatu yang dapat dimakannya, ia pun berhenti di sisi sebuah jalan. Sebuah jalan yang mengantarkan menuju sebuah kebun yang dipenuhi dengan pohon-pohin apel. Dan satu dari sekian banyak pohon itu dahannya menjulur ke tepi jalan…
                Hatinya berbisik untuk memetik sati saja dari buah-buah apel itu demi menghilangkan rasa laparnya. Tidak ada yang melihatnya. Dan kebun itu tak akan mengalami kekurangan yang berarti jika memetik sebuah apelnya. Ia pun memetik sebuah apel di sana dan duduk memakannya hingga rasa laparnya hilang. Namun ketika ia pulang ke rumah, ia mulai menyesali dirinya sendiri. Dan seperti itulah kondisi seorang mukmin.
                Ia tinggal duduk dan merenung. Ia berkata pada dirinya: “Bagaimana mungkin aku memakan apel itu padahal ia adalah milik seorang muslim dan aku belu meminta izin darinya. Aku juga belum meminta maaf padanya…”
                Ia pun bergegas mencari sang pemilik kebun itu hingga ia menemukannya. Kepada sang pemiliki kebun itu, ia berkata; “Wahai paman, kemarin aku merasakan lapar yang sangat luar biasa, hingga akhirnya aku memakan buah apel yang ada di kebunmu. Karena itu, hari ini aku datang untuk meminta izin padamu untuk hal tersebut…”
                “Demi Allah, aku tidak akan memaafkanmu! Aku akan meminta pertanggungjawabanmu di hadapan Allah pada hari Kiamat!” ujar bapak tua pemilik kebun itu.
                Pemuda itu pun menangis. Ia memohon-mohon agar dimaafkan. Ia mengatakan: “Aku siap untuk melakukan apa saja, yang penting Paman sudi memaafkan dan menghalalkan apa yang aku makan…”
                Ia terus memohon, namun si pemilik kebun justru semakin bersikukuh. Ia lalu perbi meninggalkan pemuda itu. Namun pemuda itu terus mengikutinya dan memohon-mohon padanya. Hingga akhirnya ia di rumahnya. Tinggallah pemuda malang itu menunggu di depan rumahnya hingga ia nanti keluar untuk menunaikan shalat  Ashar.
                Saat waktu Ashar tiba, sang pemilik kebun itupun keluar dan ternyata ia menemukan pemuda itu masih berdiri di sana dengan air mata yang berlinang membasahi jenggotnya. Cahaya wajahnya semakin bertambah selain cahay ilmu dan ketaatan yang telah ada. Pemuda itu berkata kepada sang pemilik kebun: “Wahai Paman, aku bersedia untuk bekerja sebagai tukang kebunmu tanapa upah sepanjang hidupku, atau apa saja yang engkau inginkan, yang penting engakau mau memaafkanku…”
                Ketika itulah, sang pemilik kebun itu berpikir. Tidak lama kemudian ia berkata: “Wahai anakku, aku siap untuk memaafkanmu sekarang, namun dengan satu syarat…”
                Betapa gembiranya anak pemuda itu mendengarnya. Wajahnya berbinar-binar bahagia.
                “Apa yang engkau persyaratkan, wahai Paman??” Tanyanya.
                Pemilik kebun tiu berkata: “Aku persyaratkan engkau menikahi putriku!!!”
                Pemuda itu bagai terhantam palu godam mendengarkan jawaban itu. Ia sungguh terkejut. Ia belum sempat mencerna persyararan itu. Dan pemilik kebun itu kemudian berkata: “Namun, wahai anak pemuda, engkau harus tahu bahwa putriku adalah seorang yang buta, bisu dan tuli. Ia juga lumpuh dan tidak mampu berjalan. Sudah lama aku mencarikan suami untuk menjaganya dan menerimanya dengan semua kondisi yang ia miliki. Jika engkau mau menerimanya, maka aku akan memaafkanmu…”

                Pemuda itu semakin terkejut dengan meusibah kedua itu. Ia mulai berikir bagaimana bisa hidup dengan seorang istri yang memiliki semua penyakit itu, apalagi ia sendiri masih sangat muda? Bagaimana wanita itu menjalankan tugas-tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan mengurusnya sebagai suami dengan semua penyakitnya itu?
                Ia mulai berhitung. “Apakah aku harus bersabar untuk hidup dengannya di dunia ini, namun aku akan selamat dari urusan sebiji apel itu?!!!”
                Tidak lama kemudian, ia menemukan sang pemilik kebun itu dan berkata: “Wahai Paman, aku menerima putrimu dan aku berdoa kepada Allah semoga ia memberiku balasan setimpal atas niatku dan menggantinya dengan yang lebih baik atas musibah yang menimpaku…”
                Sang pemilik kebun itu berkata: “Baiklah anakku. Datanglah hari Kamis depan ke rumahku untuk melangsungkan walimah pernikahanmu dan aku yang akan menanggungkan semua maharmu.”
                Dan hari Kamis berikutnya, pemuda itu datang dengan langkah yang sangat berat, hati yang sedih dan pikiran yang kacau balau. Tidak seperti perasaan setiap pria yang menghadiri hari pernikahannya. Dan ketika ia mengetuk pintu rumah si pemilik kebun, ayah calon istrinya membukakan pintu dan mempersilakannya masuk ke dalam rumah.
                Setelah mengobrol ke sana kemari, pemilik kebun itu berkata: “Wahai anakku, masuklah menemui istrimu, dan semoga Allah memberkahi bagi kalian berdua dan atas kalian berdua, dan semoga Ia menyatukan kalian berdua di atas kebaikan…”
                Bapak tua itu memegang tangan menantunya, kemudia membawanya ke kamar di mana putrinya berada. Dan ketika ia membuka pintu kamarnya, dan pemuda itu melihat istrinya…
                Ternyata ia adalah seorang gadis cantik berkulit putih, jauh lebih indah dari rembulan. Rambutnya terurai bagai sutera di atas kedua pundaknya. Ia berdiri dan berjalan kea rah pemuda itu, ternyata tubuhnya sempurna.
                Gadis itu mengucapkan salam kepada pemuda itu: “Assalamu’alaikum, wahai suamiku…”
                Sementara pemuda itu terdiam berdiri di tempatnya seakan sedang berdiri di hadapan sesosok bidadari Surga yang turun ke bumi. Ia tak kunjung mempercayai apa yang ia lihat. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi, dan kenapa ayah gadis itu dahulu mengucapkan perkataan itu…
                Sang istri memahami apa yang terpikir dalam benak sang suami. Ia segera mendatangi suaminya, menjabat dan mencium tangannya, lalu berkata: “Aku memang buta dari melihat yang haram, bisu dari mengucapkan yang haram dan tuli dari mendengarkan yang haram dan kedua kakiku tidak pernah melangkah kepada yang haram. Aku adalah anak satu-satunya dari ayahku dan sejak bertahun-tahun lamanya ini, ia berusaha mencarikan seorang suai yang shalih. Maka ketika engkau datang meminta izin karena telah memakan sebutir apelnya sembari menangis karenanya, ayahku berkata: ‘Sesungguhnya orang yang takut karena telah memakan buah apel yang tidak halal baginya, pastilah akan takut kepada Allah jika ia menjadi suami bagi putriku…’ Maka suatu karunia yang luar biasa bagiku ketika engkau akhirnya menjadi suamiku.”
                Setahun kemudian, gadis itu melahirkan seorang anak putra dari hasil pernukahannya dengan pemuda shalih itu. Kelak, sang bayi itu menjadi seorang tokoh yang sulit dicari tandingannya dalam sejarah umat ini. Apakan Anda tahu siapa anak itu? Dia adalah Imam Abu Hanifah.
                Benarkah apa yang dikatakan Allah:
                “Dan baragsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya akan Dia berikan untuknya jalan keluar, dan Dia akan memberinya rezki dari arah yang tidak ia sangka-sangka.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar