“Aku menulis ini
kepadamu bukan karena rindu, karena engkau jauh lebih hina bagiku untuk
mendapatkan itu”
Aku
tidak tahu mengapa aku telah terenyuh setiap kali membaca kisah ini; kisah yang
masih tetap kusimpan sejak lama dalam tumpukan kertas-kertasku yang berserakan.
Kisah
yang terjadi sejak lama ini menggambarkan penderitaan hakiki yang dialami
pelakunya dan menjelaskan tentang akhir kisah yang sebenarnya tidak perlu
diherankan jika demikian akhirnya.
Sungguh,
kisah ini sangat berbekas, diliputi kesedihan dan kegalauan dari segala isinya.
Dan sebesar kadar kesedihan itulah kadar pelajaran yang dapat diambil oleh
siapa saja yang masih menjaga
kehormatannya yang sesungguhnya, bukan yang
dibuat-buat. Si pemilik kisah ini menceritakan kisahnya sebagai berikut:
Sejak
dua tahun yang lalu aku tinggal di sebuah rumah di mana kami bertetangga dengan
seorang wanita yang sangat cantik dan rupawan. Hatiku begitu menggebu-gebu
padanya hingga membuatku tidak sanggup untuk bersabar. Aku terus berusaha untuk
masuk ke dalam hatinya dengan berbagai cara, namun aku tak kunjung sampai ke
sana.
Hingga
aku menemukan sebuah celah dengan janji pernikahan dengannya. Aku berhasil
merebut hatinya dan ia pun membuka pintu hatinya. Bahkan labih dari itu, di
hari yang sama bahkan merebut kehormatannya. Dan tidak lama kemudian aku
mengetahui bahwa sang gadis itu telah mengandung janinku. Itu membuatku
berpikir: “Apakah aku harus memenuhi janjiku untuk menikahinya atau aku
putuskan saja cintanya?”
Tapi
aku lebih memilih jalan kedua. Aku meninggalkan rumah di mana ia biasa
mengunjungiku. Dan setelah itu, aku tidak pernah tahu lagi kabarnya tentangnya
sedikit pun…
Bertahun-tahun
lamanya kejadian itu berlalu. Suatu sore, aku menerima sepucuk surat darinya.
Di dalam itu, ia menuliskan antara lain:
“Andai saja aku bermaksud untuk mengulangi
kembali masa yang talah lalu atau cinta lama, maka aku tidak akan pernah
menuliskan sebaris pun bahakan satu huruf pun. Karena aku yakin bahwa janji
seperti janjimu yang khianat dan cinta seperti cintamu yang palsu, sama sekali
tidak layak membuatku bahagia, sehingga aku tidak perlu mengenangnya atau
membuatku sedih sehingga aku harus mengulangnya kembali. Sesungguhnya engkau
tahu, ketika engaku pergi meninggalkanku di dalam diriku ada api yang sedang
menyala dan janin yang sedang bergerak. Namun engkau sama sekali
mempedulikannya.
Engkau lari meninggalkanku, agar
engkau tak menggung beban moral melihat kedurjanaan yang engkau lakukan. Agar
engkau tidak membebani dirimu untuk menghapus air mata yang engkau alirkan.
Maka setelah itu semua, apakah aku mampu untuk menganggapmu sebagai seorang
pria terhormat?!
Tidak! Bahkan untuk menggapmu
sebagai seorang manusia saja aku tidak sanggup. Karena tidak ada satu pun watak
kebinatangan melainkan engkau kumpulkan dalam dirimu. Intinya engkau hanya
memandangku sebagai jalan untuk memuaskan dirimu. Dan ketika engkau melintas di
depanku untuk itu, engkau pun melakukannya. Andai bukan Karena itu, engkau
tidak akan pernah mengetuk pintuku dan tidak melihat wajahku.
Engkau mengkhianatiku dan engkau
telah menjanjikan sebuah pernikahan. Namun engkau mengingkarinya dan pergi
karena tidak mau menikahi seorang wanita jahat yang tak mempunyai nilai.
Padahal kejahatan dan kehinaan itu tidak lain adalah perbuatan tangan dan
kejahatanmu sendiri. Seandainya bukan karena engkau, aku tidak akan menjadi
seorang wanita jahat dan hina. Aku telah berusaha menolakmu, namun engkau tetap
berusaha hingga aku jatuh bagai seorang anak kecil di hadapan orang besar yang
sangat kuat.
Engkau telah mencuri
kehormatanku hingga menjadi jiwa yang hina, yang hatinya akan selalu bersedih.
Aku merasa betapa beratnya beban kehidupan dan betapa lambatnya kematian datang
dalam kehidupanku. Yah, kenikmatan hidup apa lagi yang akan dirasakan oleh
seorang wanita yang tidak bisa lagi menjadi seorang istri bagi seorang pria dan
menjadi seorang ibu bagi seorang anak? Bahkan tidak mampu lagi untuk hidup
dalam masyarakat manusia, kecuali dengan menundukkan kepala, memejamkan mata
dan meletakkan tangan di dagunya. Tubuhnya gemetar karena trauma dengan
gangguan orang-orang yang suka melecehkan.
Engkau merampas ketenanganku
karena akhirnya akibat peristiwa itu, aku terpaksa harus meninggalkan “istana”
di mana dahulu aku menikmayi semuanya dalam dekapan ayah dan bundaku. Aku harus
meninggalkan semua kelapangan dan kehidupan yang menyenangkan itu menuju rumah
yang kecil di sebuah lingkungan yang sangat terpencil. Tidak ada yang
mengenalnya. Dan tidak ada yang sudi mengetuk pintunya. Di sana aku menghabiskan
sisa-sisa kehidupanku yang kelam.
Engkau telah membunuh ayah dan
ibuku. Aku hanya tahu bahwa mereka berdua telah meninggal. Dan aku yakin mereka
berdua meninggal tidak lain karena sedih telah kehilanganku dan putus asa telah
berjumpa denganku…
Engkau telah membunuhku karena
kehidupan pahit yang kuteguk dari gelas yang engkau sodorkan. Dan kesedihan
panjang yang kualami karenamu benar-benar telah mencapai puncaknya dalam diri
dan jiwaku. Kini, aku tergolek di atas ranjang kematian bagai seekor lalat yang
terbakar, yang nafas demi nafasnya berangsur-angsur sirna.
Maka engkaulah si pendusta dan
penipu, pencuri dan pembunuh. Dan aku yakin Allah tidak akan membiarkanmu tanpa
mengambil apa yang menjadi hakku darimu.
Aku manulis surat ini padamu
bukan untuk memperbaharui kembali janji itu. Aku menulis ini bukan karena
rindu, karena engkau jauh lebih hina bagiku untuk mendapatkan itu.
Kini aku telah berada di sisi
pintu alam kubur. Tidak lama lagi mengucapkan selamat tinggal kepada seluruh
kehidupan dunia, yang baik maupun buruknya, bahagia maupun susahnya. Aku tidak
lagi punya harapan tentang cinta. Tidak ada lagi kelapangan waktu untuk
memperbaharui janji..
Aku menulis ini untukmu karena
aku menyimpan sebuah titipan milikmu. Ia adalah anak gadismu. Maka jika Dzat
yang telah menghilangkan rasa kasih dari hatimu itu masih menyisakan kasih
seorang bapak dalam dirimu, maka segeralah temui ia dan ambillah ia ke sisimu,
agar ia tidak merasakan kemelaratan seperti yang dirasakan ibunya sebelumnya…”
Benar-benar
kalimat-kalimat yang memilukan dan manyayat hati. Sesungguhnya kisah seperti
ini dan yang semisalnya adalah hasil dari akibat ketidakharmonian yang kita
alami. Akibatnya, lahirlah problem seperti itu yang mebutuhkan pemecahan dalam
waktu yang sangat panjang..
Seorang
pria berusaha menaklukan seorang wanita, dan untuk itu ia menyiapkan segala
sesuatunya; janji yang dusta, perkataan
yang manis dan muslihat yang memikat. Hingga akhirnya, ketika ia telah berhasil
mengelanui dan menaklukkannya lalu mengambil hal yang palin berharga yang ia
miliki, pria itu pun menepiskan tangannya dan mengucapkan selamat tinggal
padanya untuk tidak bertemu kembali selamanya…
Saat
itulah, sang wanita akan terduduk di sudut rumahnya untuk menangisi dan
meratapi nasibnya. Berurai air mata yang terus mengalir di pipinya, sembari
menyandarkan kepalanya di atas tangan. Ia tidak tahu hendak kemana? Tak tahu
apa yang dilakukan? Dan bagaimana ia harus melewati hidupnya?
Ia
berusaha melanjutkan hidupnya melalui jalan pernikahan. Namun ia tidak akan
menemukan orang yang sudi menikahinya. Kaum pria akan menyebutkan sebagai
wanita tak berharga!!
Wahai
tuan-tuan yang terhormat..
Sang
gadis itu harus membuka hatinya kepad orang-orang sebelum ia kemudian
membukanya untuk sang suami. Agar ia dapat hidup bersamanya denga tenang dan
bahagia. Tidak terbayangi oleh kenangan masa lalu…
Jarang
sekali seorang gadis yang memulai hidupnya dengan petualangan cinta kemudian
data menikmati sebuah cinta yang mulia lagi terhormat.
Sesungguhnya
gadis yang kalian rendahkan dan hinakan itu, yang kalian permainkan diri dan
jiwanya, dia itu tak lain adalah sosok yang kelak akan menjadi ibi bagi
anak-anak kalian, tiang penopang rumah kalian, serta gudang penjagaan harga
diri dan kehormatan kalian. Maka perhatikanlah bagaimana kehidupan kalian
bersamanya esok serta bagaimana masa depan anak-anak dan diri kalian ada di
tangannya.
Di mana
kalian akan menemukan istri-istri yang shalihah di masa datang kehidupan kalian
jika kalian merusak para pemudi hari ini…
Dalam
iklim apa anak-anak kalian akan hidup dan menghirup semerbak kehiduan yang
suci, jika hari ini kalian telah mengotori semua udara dan memenuhinya dengan
racun dan kotoran.
Kalian
jangan heran jika setelah hari ini, kalian tidak mampu lagi mencari istr-istri
yang shalihah dan terhormat yang dapat
menjaga kehormatan harga diri kalian, yang menjaga kebahagiaan diri dan rumah
kalian. Sebab itu semua adalah akibat kejahatan terhadapa diri kalian sendiri,
dan buah dari apa yang ditanam oleh tangan-tangan kalian sendiri…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar