“ Aku meletakkan tanganku di tubuhnya, namun aku menemukan ia telah
meninggalkan dunia ini”
Rumah
kami akan segera berubah. Aku merasa bahwa Surga akan hadir di rumah kami dan
aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia pun tiba di rumah kami bagai
seorang mempelaiwanita yang dihantarkan ke dalam rumah kami. Dan begitu ia
menginjakkan kakinya di rumah kami, kami segera bekerja bahu-membahu. Aku dan
ibuku serta semua yang ada di rumah berkhidmat kepadanya, bahkan rela tidak
tidur untuk menjaganya. Ibuku membacakan surat kabar untuknya agar ia tetap
dapat mengikuti berita, karena memang ia menyukai hal itu. Sementara aku
memberinya makan dan menyiapkan obat yang harus diminumnya…
Hari
demi hari, bulan demi bulan berlalu. Dan suatu hari, nenekku itu mengalami
penyumbatan di
jantungnya. Ia segera kami bawa ke rumah sakit. Dan di sana aku
menyaksikan sebuah pemandangan yang jarang sekali kusaksikan. Ketika masker
oksigen dipasangkan di wajahnya, kulihat ia mengangkat jari telunjuknya untuk
bertasbih dan berdzikir kepada Allah.
Beberapa
hari kemudian, ia pun keluar dari rumah sakit. Yah, sudah lebih dari 30 tahun
lamanya, nenekku benar-benar menjaga puasa putih (ayyam al-bidh) di setiap bulannya. Begitu juga dengan puasa-puasa
sunnah lainnya. Dan hari itu, bertepatan dengan puasa Asyura, dan ia tetap
berpuasa meskipun harus melanggar perintah dokter yang mengharuskannya untuk
meminum obat dengan disiplin, karena keterlambatan mengonsumsinya akan
berpengaruh pada jantungnya…
Maka
setelah shalat Isya, aku sengaja menjenguknya di kamarnya. Aku ingin memberinya
hadiah sejumlah uang dalam rangka kelulusanku dari universitas. Ia tertawa lalu
mendoakanku dengan doa ini:
“Semoga
Allah memberimu taufiq. Semoga Allah menjaga dan membimbingmu…”
Di
dalam kamarnya itu, aku pun mengingatkannya untuk tidak berpuasa sesuai
perintah dokter. Ia berjanji untuk mempertimbangkannya. Aku pun pergi ke
kamarku untuk tidur malam. Dan belum lagi aku mendengarakan kumandang adzan
Shubuh, tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara ketukan yang sangat keras di pintu
kamarku. Ternyata pembantu rumah kami! Ia mengabari bahwa nenekku terjatuh ke
lantai. Aku segera berlari ke kamarnya. Dan aku temukan ia terlentang di
lantai, wajahnya menghadapa ke arah kiblat, sementara tangan kanannya di atas
tangan kirinya persis seperti orang yang sedang mengarjakan shalat. Ia belum
meminum obatnya!.
Aku
meletakkan tanganku di tubuhnya, namun aku menemukan ia telah meninggalkan
dunia ini. Ia telah menyerahkan ruhnya kepada Allah dalam keadaan berpuasa…
Tiga
bulan sudah kematian nenekku berlalu. Dan hari ini aku harus memasukkan
berkas-berkasku ke Kementrian Pendidikan untuk melengkapi pengangkatanku
sebagai guru di sebuah sekolah yang tidak jauh dari rumah kami.
Kepala
bagian di kantor itu meminta sekretarisnya untuk membawakan data-data guru yang
ada di semua sekolah. Ternyata ia menemukan bahwa sekolah-sekolah lain masih
membutuhkan guru-guru kacuali sekolah yang aku inginkan itu. Jumlah guru di
sekolah itu sudah mencukupi. Tentu saja aku bersedih dengan itu. Tapi pak
kepala bagian itu mengatakan: “Tidak usah sedih! Datanglah kembali hari sabtu
depan, siapa tahu Allah menakdirkan lain…”
“Insya Allah, pak,” jawabku.
Dua
hari berlalu bagai dua bulan. Aku menunggu tibanya hari Sabtu bagai penantian
yan panjang. Hari ini hari Jum’at. Malam harinya –malam sabtu- aku tertidur. Di
dalam mimpiku aku melihat nenekku datang mengunjungiku dan menanyakan kabarku.
Ia juga menegurku karena lama sekali baru melihatku lagi. Maka dalam mimpi itu
aku katakan kepadanya:
“Maklumlah
Nek, aku banyak sekali kesibukan.”
Maka
ia pun mengatakan: “Semoga Allah memberimu taufiq, semoga Allah menjada dan
membimbingmu, Nak…”
Itu
adalah doa yang sama dengan dulu pernah ia ucapkan untukku lima jam sebelum ia
meninggal dunia.
Aku
terbangun dari tidurku. Kuharap tu adalah mimpi pembawa kabar gembira. Pagi
harinya, aku segera mendatangi kepala bagian itu dan menanyakan apakah ada
perkembangan baru? Namun ia menjawab: “Sepertinya tidak ada. Tapi coba kita
lihat kembali dokumen-dokumen kemarin itu.”
Ia
pun segera memanggil sekretarisnya untuk membawa dokumen-dokumen tersebut. Dan
begitu ia membuka dokumen tersebut, ia menemukan suatu hal yang aneh…
Sekarang
data yang ada menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang beberapa hari lalu masih
membutuhkan guru, hari ini tidak lagi membutuhkannya. Sementara sekolah yang
kemarin sudah tidak membutuhkan, hari ini ternyata membutuhkan satu orang guru.
Pak kepala bagian itu pun memarahi sekretarisnya dan mengatakan itu sebagai
kesalahan. Yah, aku pun keluar dari ruangannya dengan memuji Allah atas
karunianya membukakan pintu yang tertutup untukku.
“Sesungguhnya urusanNya itu jika Ia
menghendaki sesuatu, maka ia akan mengatakan: ‘Jadilah’, maka jadilah ia.”
(QS. Yasin: 82).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar