“Apa yang akan kita katakana esok terhadap kelalaian kita dalam
berdakwah?”
Jeff,
masuk menemui rector universitas tempat dimana ia belajar. Rector sengaja
memanggilnya untuk memberikan uncapan selamat atas keberhasilannya mencapai
gelar megister dengan nilai summa cum
laude. Bukan hanya karena itu, tetapi ucapan selamat itu diberikan
kepadanya karena ia menjadi mahasiswa paling muda di seluruh wilayah Amerika
Serikat yang berhasil meraih gelar magister untuk bidang spesialisasi tersebut.
Ini jelas sebuah pencapaian yang belum pernah dicapai sebelumnya oleh
universitas tersebut. Karenanya mereka sangat bangga dengan apa yang dicapai
oleh Jeff.
Setelah
selesai pertemua itu dan dengan membawa janji dari rector untuk merayakan
keberhasilannya dalam wisuda akhir tahun akademik, Jeff melangkah keluar dari
kantor rector yang sedari tadi memperhatikan kagalauan di wajahnya…
Dan
pada waktu yang telah ditentukan, acara wisuda itupun dilaksanakan. Jeff hadir
lengkap denghan semua atribut dan seragam wisudanya. Ia duduk di tempat yang
telah disiapkan khusus untuknya. Berulang kali ia mendengarkan namanya disebut
melalui pengeras suara dengan segala pujian dan sanjungan atas apa yang telah
ia capai. Kemudian ia diundang untuk naik ke panggung utama untuk meneriam
ijazahnya di tengah gemuruh tepuk tangan keluarga dan kawan-kawannya.
Tapi,
begitu ia menerima ijazah tersebut, tiba-tiba saja ia menangis. Melihat itu,
pak Rektor dengan niat bercanda mengatakan: “Engkau menangis karena begitu
gembira dengan penghargaan ini?”
“Tidak,
aku menangis karena nasibku yang begitu malang ini,” jawabnya.
“Mengapa
anakku?” Tanya Pak Rektor penuh keheranan. “Bukankah seharusnya engkau gembira
hari ini, khususnya datik ini?”
“Dulu
aku gembira bahwa aku akan bahagia dengan keberhasilan ini. Tapi aku merasa
belum pernah melakukan apapun demi membahagiakan diriku sendiri. Aku merasa
begitu galau. Bukan ijazah dan gelar akademik atau perayaan ini yang membuatku
bahagia…,” ujarnya.
Jeff
kemudian mengambil ijazahnya lalu meninggalkan tempat itu di tangah kebingungan
hadirin. Ia tidak tinggal hingga acara itu selesai. Ia tidak menunggu hingga
satu per satu kawan dan kerabatnya mengucapkan selamat untuknya…
Jeff
pulang ke rumahnya. Ia memegang dan membolak-balikkan ijazah yang baru saja ia
terima. Ia mulai berbicara dengannya: “Apa yang harus aku lakukan denganmu? Engkau
telah membuatku menjadi catatan sejarah di kampusku. Posisi penting pasti
banyak yang menungguku. Media dan pandangan orang-orang akan selalu memandangku
dengan penuh kekaguman. Tapi engkau tidak memberiku kebahagian yang kuimpikan.
Aku ingin merasakan kebahagiaan dari dalam diriku, bukan dari semua yang ada di
dunia ini; ijazah, kedudukan, harta dan popularitas. Ada hal lain yang pasti
dapat membuat kita merasa bahagia. Aku sudah bosan dengan wanita, alcohol dan
pesta-pesta itu. Aku menginginkan sesuatu yang lain yang dapat membuat jiwa dan
hatiku bahagia. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan?”
Hari-hari
berlalu. Jeff semakin bertambah galau dan gelisah. Ia akhirnya memutuskan untuk
mengakhiri hidupnya saja. Ia berpikir dan terus berpikir hingga akhirnya ia
menemukan cara yang menurutnya paling baik untuk mengakhiri hidupnya, yaitu
dengan menjatuhkan dirinya dari atas jembatan besar yang dikenal dengan nama
Golden Gate, yang menjadi salah satu symbol peradaban Amerika.
Jeff
mengayunkan langkahnya menuju jembatan besar itu. Dan sebeum ia sampai di sana,
Allah menakdirkan beberapa orang muslim yang sedang belajar di negeri itu untuk
menyampaikan dakwah Islam kepadanya. Pemuda-pemuda muslim itu kebetulan tinggal
di dekat jalan masuk jembatan Golden Gate itu. Coba bayangkan betapa
terbatasnya mereka sehingga mereka tidak menemukan tempat tinggal kecuali
sebuah kamar dengan beberapa perabotnya di bawah kapel gereja.,,
Tapi
obsesi dakwah mereka sungguh luar biasa. Obsesi untuk menjadi sebab orang-orang
masuk ke dalam agama Allah. Obsesi untuk menyelamatkankemanusiaan dan
mengeluarkan dari kegelapan menuju cahaya. Obsesi mereka adalah berdakwah ke
jalan Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik. Mereka berusaha menjadi contoh
yang baik untuk sosok muslim yang sejati. Mereka studi sambil tetap berdakwah
ke jalan Allah dan tinggal di bawah gereja itu…
Inilah
yang mereka temukan dan mungkin itu lebih baik bagi mereka. Pada hari itu,
mereka keluar untuk berkeliling mendakwahi orang-orang untuk masuk ke dalam
Islam. Mereka mengenakan pakaian khas muslim. Wajah-wajah mereka bercahaya
dengan cahay iman. Di tengah perjalanan mereka pagi itu dan tidak jauh dari
pintu masuk Golden Gate, bertemulah mereka dengan sang pemuda Amerika yang
galau itu…
Dialah
Jeff yang cemerlang itu. Ketika ia melihat rombongan pemuda muslim itu entah
mengapa ia merasa takjub dan sedikit terkejut. Ia belum pernah melihat
sepanjang hidupnya manusia dengan model yang seperti ini; penampilan dan begitu
pula dengan cahaya yang berseri-seri serta daya tarik yang memikat itu. Maka ia
pun mendekati mereka untuk berbicara dengan mereka.
“Apakah
boleh aku bertanya kepada kalian?” tanyanya.
“Oh
iya, silahkan,” jawab salah satu dari mereka.
“Siapakah
gerangan Anda sekalian ini? Dan mengapa kalian mengenakan seperti pakaian ini…”
Seorang
dari rombongan itupun menjawab: “Kami adalah kaum muslimin. Allah mengutus Nabi
Muhammad kepada kami untuk mengeluarkan kami dan umat manusia dari kegelapan
manuju cahaya, untuk memberika kebahagiannya di dunia dan Akhirat…”
Begitu
ia mendekat ia mendengarkan kalimat “kebahagiaan”, ia sedikit berteriak:
“Kebahagiaan?!
Oh, aku sedang mencari kebahagiaan, apakah kalian mempunyainya…”
“Agama
kami yang lurus ini adalah agama kebiasaan. Agama yang semua ajarannya adalah
kebaikan semuanya. Semoga Allah memberimu petunjuk dan merasakan manisnya rasa
bahagia…” ujar satu demi mereka.
Ia
berkata pada mereka lagi: “Aku akan pergi bersama kalian untuk mengetahui jika
benar kalian memiliki kebahagiaan yang kuinginkan, kebahagiaan yang hakiki.
Tadi sebenarnya aku sudah berniat untuk bunuh diri. Aku hamper saja menjatuhkan
diriku dari atas jembatan ini dan menuntaskan hidupku karena aku belum
mendapatkan kebahagiaan itu baik pada harta, nafsu syahwat, maupun ijazah yang
telah kuperoleh.
Mereka
mengatakan padanya: “Kalau begitu ikutlah bersama kami agar kami dapat
mengajariu agama Allah, mudah-mudahan Allah melemparkan keimanan dalam hatimu,
serta merasakan kelezatan ibadah agar dapat mengenali kebahagiaan itu. Karena
sesungguhnya Allah itu Mahakuasa atas segala sesuatu…”
Jeff
pun beranjak bersama kumpulan pemuda muslim yang berdakwah itu. Mereka pun tiba
di kamar di mana mereka tinggal yang telah diubah menjadi sebuah mushalla.
Mereka pun ulai menawarkan Islam kepada Jeff; hakikat dan keistimewaannya…
“Kalau
begitu ini adalah agama yang baik. Demi Allah aku tidak akan menunda lagi untuk
masuk ke dalam agama kalian,” ujarnya.
Jeff
mengumumkan keislamannya. Para pemuda muslim itupun segera saja mengajarkannya
tentang Islam lebih jauh. Dia sendiri kemudian mulai mengerjakan
kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim. Ia juga mengenakan pakaian khas
muslim. Kini ia merasa telah menemukan apa yang ia cari selama ini. Ia telah
menemukan kebahagiaan yang dicarinya di dalam Islam, dalam kecintaan pada Allah
dan RasulNya…
Yang
lebih membuatnya bahagia lagi adalah kini ia telah menjadi seorang da’I pula
yang berdakwah ke jalan Allah di Amerika. Ia mengganti namanya menjadi Ja’far;
seperti yang kita ketahui dalam kitab-kitab sejarah islam, bahwa Rasulullah
telah menjadikan saudara sepupunya, Ja’far bin Abi Thalib bahwa kelak ia akan
mempunyai dua sayap di dalam Surga. Sedangkan Ja’far dari Amerika ini, tidak
terlukiskan betapa besarnya kegembiraan dan kebahagiaan setelah memeluk Islam.
Ia telah mewakafkan diri, kehidupan, harta dan upayanya untuk menyebarkan Islam
di Amerika.
Demikianlah,
dan sekarang kita telah mengetahui kisah Ja’far alias Jeff yang menemukan
kebahagiaannya di dalam agama Allah, dalam keteguhannya memegang ajaran-ajaran
Allah dan Sunnah NabiNya, Muhammad.
Lalu
mengapa kebanyakan kaum muslimin masih meyakini bahwa mereka tidak akan meraih
kebahagiaan kecuali dengan meniru-niru kaum Yahudi dan Nasrani; dalam cara
makan, pakaian, munim, dan pergaulan??
Demi
Allah, sesungguhnya kebahagiaan terbesar itu adalah jika seseorang manusia
beriman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-KitabNya, Rasul-RasulNya, hari
Akhir dan takdir yang baik maupun yang buruk.
Puncak
dari segala kebahagiaan adalah ketika Allah dan RasulNya lebih dicintai
daripada anak, orang tua, harta, dan jiwa,
Puncak
segala kebahagiaan adalah ketika menusia menyeru ke jalan Allah,
bersungguh-sungguh dan berkorban untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan
manuju cahaya, menyampaikan petunjuk yang dapat menuntun mereka ke jalan
petunjuk.
Puncak
segala kebahagiaan itu adalah dalam munajat kepada Allah di sepertiga akhir
malam.
Puncak
kebahagiaan itu ada ketika mengusap kepala anak yatim, menyambung silaturahmi,
memberikan makan kepada orang lain, menyebarkan salam dan shalat malam ketika
manusia terlelap.
Puncak
segala kebahagiaan itu ada ketika engkau berbakti pada kedua orang tuamu,
berbuat baik kepada kerabat dan tetangga, dengan tersenyum kepada saudara dan
bersedekah dengan tangan kanan hingga tangan kiri tidak mengetahuinya.
Ini
adalah kebahagiaan di dunia, lalu bagaimana dengan kebahagiaan Akhirat…
Jeff
masuk ke dalam Islam karena ia menyaksikan pemuda-pemuda yang berpegang taguh
pada agama mereka dan mengajak manusia untuk menuju Allah di bumi non muslim…
Demi
Allah, andai kita ikhlas karena Allah dan bertekad hanya karenaNya, lalu
bersungguh-sungguh untuk menyampaikan agama ini, maka pasti kita akan sampai ke
seluruh dunia. Namun kita hanya diam dan takud berdakwah di jalan Allah…
Meninggalkan
dakwah di jalan Allah adalah perkara yang paling berbahaya yang akan
mengakibatkan kehinaan, kerendahan dan jauh dari Allah.
Apa
yang akan kita katakana esok terhadap kelalaian kita dalam berdakwah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar